Pages

Monday, May 31, 2010

KEADAAN KAPAL MISI BANTUAN KE GAZZA

Terkini ,15 orang dilaporkan syahid. Komando Israil memusnahkan setelit kapal dan mereka menembak dari helikopter. Laman web sahabat alaqhsa telah dihacked.

KONVOI LIFELINE4GAZA DISERANG

Berita terkini diperolehi 10 syahid dan 50 cedera dan luka-luka.
50 Minit berita diperolehi daripada sahabat alaqsha.com.
Dr Jamnul Azhar mulkan

Saturday, May 22, 2010

ANAK ANGKAT DAN PERSOALANNYA

Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrâhîm Alusy Syaikh rahimahullâhu

Tanya:

Bolehkah menjadikan anak orang lain sebagai anak angkat dalam keluarga kita di mana kita menganggapnya seperti anak sendiri? Lalu bagaimana hijab dengannya bila si anak sudah baligh?

Jawab:

Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh rahimahullahu menjawab permasalahan yang seperti ini dengan pernyataan beliau, “Dahulu di jaman jahiliah, orang-orang yang mengangkat anak memperlakukan anak angkat mereka seperti anak mereka yang hakiki atau seperti anak kandung dari segala sisi; dalam hal warisan, dalam hal bolehnya anak angkat tersebut berkhalwat (bersepi-sepi) dengan istri mereka, dan dianggapnya istri mereka sebagai mahram bagi anak angkat tersebut.

Adalah Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, maula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di masa sebelum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat sebagai nabi, dipanggil dengan Zaid bin Muhammad (karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkatnya sebagai anak). Maka Allah ‘Azza wa Jalla berkehendak untuk menghapuskan semua anggapan orang-orang jahiliah tersebut berkaitan dengan anak angkat. Datanglah syariat Islam dalam masalah anak angkat ini berikut hukum-hukumnya yang tegas sebagaimana tersebut berikut ini:

1. Menghapus dan melarang adanya anak angkat yang dianggap sebagai anak yang hakiki dalam segala sisi, berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla:

وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ۚذَ‌ٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ ۖ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ

“Dan Allah sekali-kali tidak menjadikan anak-anak angkat kalian sebagai anak kandung kalian sendiri. Yang demikian itu hanyalah perkataan kalian di mulut kalian saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar. Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah. Dan jika kalian tidak mengetahui bapak-bapak mereka maka panggillah mereka sebagai saudara-saudara kalian seagama dan maula-maula kalian….” (Al-Ahzab: 4-5)

Dalam ayat-ayat di atas, Allah ‘Azza wa Jalla menerangkan bahwa ucapan seseorang kepada anak orang lain dengan “anakku” tidaklah berarti anak tersebut menjadi anaknya yang sebenarnya yang dengannya ditetapkan hukum-hukum bunuwwah (anak dengan orangtua kandungnya). Bahkan tidaklah mungkin anak tersebut bisa menjadi anak kandung bagi selain ayahnya. Karena, seorang anak yang tercipta dari sulbi seorang lelaki tidaklah mungkin ia dianggap tercipta dari sulbi lelaki yang lain, sebagaimana tidak mungkinnya seseorang memiliki dua hati/jantung1. Dan Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan kita agar mengembalikan penasaban anak-anak angkat tersebut kepada ayah kandung mereka, bila memang diketahui siapa ayah kandung mereka. Bila tidak diketahui maka mereka adalah saudara-saudara kita seagama dan maula kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala beritakan bahwa yang demikian ini lebih adil di sisi-Nya.

2. Memutuskan hubungan waris antara anak angkat dengan ayah angkatnya. Hal ini terkandung dalam ayat-ayat yang telah dibawakan di atas2. Juga disebutkan bahwa dalam perkara anak angkat, Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat:

وَالَّذِينَ عَقَدَتْ أَيْمَانُكُمْ فَآتُوهُمْ نَصِيبَهُمْ

“Dan jika ada orang-orang yang kalian telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bagiannya3.” (An-Nisa’: 33)

Ibnu Jarir rahimahullahu mengeluarkan riwayat dari Sa’id ibnul Musayyab rahimahullahu yang menyatakan, “Ayat ini hanyalah turun terhadap orang-orang yang dulunya menganggap anak pada selain anak kandung mereka dan mereka memberikan warisan terhadap anak-anak angkat tersebut. Maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat dalam perkara mereka. Untuk anak-anak angkat, Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan bagian dari harta (orangtua/ayah angkat mereka) dalam bentuk wasiat4, sementara warisan dikembalikan kepada yang berhak dari kalangan dzawil arham5 dan ‘ashabah6. Allah ‘Azza wa Jalla meniadakan adanya hak waris dari orangtua angkat untuk anak angkat mereka, namun Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan adanya bagian harta untuk anak angkat tersebut dalam bentuk wasiat.”7

3. Dihalalkannya mantan istri anak angkat (setelah perceraian keduanya) untuk dinikahi oleh ayah angkatnya. Hal ini tampak dengan Allah ‘Azza wa Jalla menikahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Zainab bintu Jahsy radhiyallahu ‘anha setelah diceraikan oleh Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu yang dulunya merupakan anak angkat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum turunnya ayat-ayat yang melarang hal tersebut. Allah ‘Azza wa Jalla menerangkan hikmah dari kejadian tersebut dengan firman-Nya:

زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ ۖ فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا

“Kami nikahkan dia denganmu agar tidak ada keberatan bagi kaum mukminin untuk menikahi istri-istri anak angkat mereka apabila anak angkat tersebut telah menyelesaikan urusan dengan istri-istri mereka (telah bercerai).” (Al-Ahzab: 37)

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam ayat yang menyebutkan tentang wanita-wanita yang haram dinikahi:

وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ

“…dan istri-istri dari anak-anak kandung kalian….” (An-Nisa’: 23)

Berarti dikecualikan dalam hukum pengharaman tersebut para istri anak-anak angkat (boleh dinikahi oleh ayah angkat suaminya bila mereka telah bercerai).

4. Keharusan istri ayah angkat untuk berhijab dari anak angkatnya, sebagaimana ditunjukkan dalam kisah Sahlah bintu Suhail istri Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, tatkala Sahlah datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menyatakan, “Wahai Rasulullah, kami dulunya menganggap Salim seperti anak kami sendiri. Sementara Allah telah menurunkan ayat tentang pengharaman anak angkat bila diperlakukan seperti anak kandung dalam segala sisi. Padahal Salim ini sudah biasa masuk menemuiku (tanpa hijab)….”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menetapkan kepada Sahlah ketidakbolehan ikhtilath dengan anak angkat setelah turunnya ayat Al-Qur’an tersebut. Jalan keluarnya, beliau menyuruh Sahlah agar memberikan air susunya kepada Salim, dengan lima susuan yang dengannya ia menjadi mahram bagi Salim (yakni sebagai ibu susu, pent.)

5. Ancaman yang ditekankan dan peringatan yang keras bagi orang yang menasabkan dirinya kepada selain ayah kandungnya. Dalam hal ini ada ayat Al-Qur’an yang di-mansukh (dihapus) bacaannya namun hukumnya tetap berlaku, yaitu:

وَلَا تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ فَإِنَّهُ كُفْرٌ بِكُمْ أَنْ تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ

“Dan janganlah kalian benci (untuk bernasab) dengan bapak-bapak kalian karena sungguh itu adalah kekufuran bila kalian benci (untuk bernasab) dengan bapak-bapak kalian.”

Al-Imam Ahmad rahimahullahu meriwayatkan dari Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

كُنَّا نَقْرَأُ: وَلاَ تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ فَإِنَّهُ كُفْرٌ بِكُمْ أَنْ تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ

Kami dulunya membaca ayat: “Dan janganlah kalian benci (untuk bernasab) dengan bapak-bapak kalian karena sungguh itu adalah kekufuran bila kalian benci (untuk bernasab) dengan bapak-bapak kalian.”

Dalam hadits yang shahih dinyatakan:

مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيْهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ

“Siapa yang mengaku-aku bernasab kepada selain ayahnya dalam keadaan ia tahu orang itu bukanlah ayah kandungnya maka surga haram baginya.”8

Tersisa sekarang dua perkara dalam masalah menyebut anak pada selain anak kandung dan penasaban kepada selain ayah kandung. Kita akan sebutkan berikut ini:

Pertama: Apabila seseorang memanggil seorang anak dengan panggilan/sebutan ‘anakku’ (padahal bukan anaknya yang sebenarnya) untuk memuliakan dan menyatakan kecintaannya kepada si anak, hal ini tidaklah termasuk dalam larangan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

قَدَّمَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُغَيْلِمَةَ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ عَلَى حُمُرَاتٍ لَنَا مِنْ جَمْعٍ، فَجَعَلَ يَلْطَخُ أَفْخَاذَنَا وَيَقُوْلُ: أُبَيْنـِيَّ –تَصْغِيرُ ابْنِي– لاَ تَرْمُوا الْجُمْرَةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ

(Pada malam Muzdalifah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengedepankan kami anak-anak kecil dari Bani Abdil Muththalib (lebih awal meninggalkan tempat tersebut/tidak mabit, pent.) di atas keledai-keledai kami. Mulailah beliau memukul dengan perlahan paha-paha kami seraya berkata, “Wahai anak-anakku, janganlah kalian melempar jumrah sampai matahari terbit.”9

Ini dalil yang jelas sekali, karena Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma ketika hajjatul wada’ (haji wada’) berusia sepuluh tahun.

Kedua: Orang yang sudah terlalu masyhur dengan sebutan yang mengandung penasaban kepada selain ayahnya, seperti Al-Miqdad ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu yang lebih masyhur dengan Al-Miqdad ibnul Aswad, di mana hampir-hampir ia tidak dikenal kecuali dengan penasaban kepada Al-Aswad ibnu Abdi Yaghuts yang di masa jahiliah mengangkatnya sebagai anak, maka ketika turun ayat yang melarang penasaban kepada selain ayah kandung, disebutlah Al-Miqdad dengan ibnu ‘Amr. Namun penyebutannya dengan Al-Miqdad ibnul Aswad terus berlanjut, semata-mata sebagai penyebutan bukan dengan maksud penasaban. Yang seperti ini tidak apa-apa sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Al-Qurthubi, dengan alasan yang disebutkan oleh Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu bahwa tidak pernah didengar dari orang terdahulu yang menganggap orang yang dipakaikan baginya sebutan tersebut telah berbuat maksiat.10”

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

(Fatawa wa Rasa’il Samahatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh, 9/21-25, sebagaimana dinukil dalam Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, hal. 889-891)

Catatan kaki:

1 Awal ayat di atas berbunyi:

مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ

“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua hati/jantung dalam rongganya….” (Al-Ahzab: 4)

2 Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam ayat ke 6 surah Al-Ahzab:

وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ

“Dan orang-orang yang memiliki hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin (yang lain yang tidak punya hubungan darah) dan orang-orang Muhajirin….”

3 Awal ayat ini adalah:

وَلِكُلٍّ جَعَلْنَا مَوَالِيَ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ

“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya….”

4 Wasiat di sini tidak lebih dari 1/3 harta si mayit.

5 Dzawil arham adalah semua kerabat mayit yang tidak mendapat bagian fardh dan ta’shib dari harta warisan.
Ahli waris terbagi dua:
- Ada yang mendapat bagian warisan dengan fardh yaitu ia mendapat bagian yang tertentu kadarnya, seperti setengah atau seperempat.
- Ada yang mendapat bagian warisan dengan ta’shib yaitu kadarnya dari warisan tidak ada penentuannya.

6 ‘Ashabah adalah kerabat mayit yang mendapat bagian dari harta warisan tanpa ada batasan tertentu, bahkan bila dia cuma sendirian, dia berhak mendapat semua harta si mayit.

7 Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, 4/57.

8 HR. Al-Bukhari no. 4326 dan Muslim no. 217.

9 Dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu

10 Tafsir Al-Qurthubi, 14/80.

(Sumber: Majalah Asy Syariah vol. iv/no. 46/1429H/2008M, hal. 86-89)

RAKYAT YANG WARAS MENOLAK BUDAYA JUDI


SEKITAR DEMONSTRASI MEMBANTAH KELULUSAN LESEN JUDI BOLA SEPAK OLEH KERAJAAN BN DI MASJID PEKAN KAJANGSELANGOR
ANJURAN PEMUDA PAS HULU LANGAT
SEJURUS SELEPAS SOLAT JUMAAT (20 MEI 2010)











Tuesday, May 18, 2010

MESEJ MESEJ HARI GURU

Pada 16 mei yang lalu saya menerima banyak SMS yang mengucapkan Selamat hari guru .Mesej mesej yang dihantar ada yang serius dan ada yang berbentuk humour dan berpendidikan. Saya catatkan beberapa mesej yang saya terima.

1. Salam pendidik...Jasa guru tiada ternilai, mengajar mendidik tanpa jemu, ganjaran akhirat bakal dicapai,teruskan khidmat mencurah ilmu....Selamat Hari Guru....

2. SELAMAT HARI GURU KEPADA SEMUA GURU MALAYSIA,JUTAAN TERIMA KASIH KEPADA SEMUA WARGA PENDIDIK DAN SEMOGA KALIAN DIBERKATI DAN DI RAHMATI - DS NIZAR JAMALUDDIN DAN KEPIMPINAN PAKATAN RAKYAT PERAK.

3. guru bagaikan NTV7 kerana CERIA SELALU, Guru juga kaddangkala seperti TV3 kerana MENJADI INSPIRASI HIDUPKU ,yang pasti guru juga bagaikan TV9 DEKAT DI HATI.... dan yang paling penting guru juga bagaikan PACKAGE ASTRO kerana MACAM MACAM ADA....Selamat Hari Guru.

4. Assalammualaikum ...Selamat Hari Guru, Jasamu tetap diingati selalu,terima kasih atas segala ilmu yang dicurahkan,semoga sentiasa diberkati@dirahmati Allah.....Amin...Jazakalllah hukhairan kasira...Dr anak muridmu yang menghargai segala pengorbananmu....Halalkan segala ilmu yang diberikan...Ampun segala kesalahan @ sesilapan yang telah ana lakukan....Syukran jazilan di atas segala galanya.

5.SELAMAT HARI GURU

6. Salam..Selamat Hari Guru buat semua yang bergelar "cikgu" "Teacher" "sir" "Ustaz" "Ustazah" dan yang seangkatan dengannya. terima kasih atas segalanya.

7. Assalammualaikum.. happy Teacher Day. Semoga menjadi guru yang tabah dan bertanggungjawab.

8. SLM HR GURU, CIK GU BAKTIMU KAMI KENANG HINGGA KE AKHIR HAYAT

9. Baca Hingga habis. renungan hari Guru, Apakah cita cita anda sebelum jadi guru? Mejistret?Loyar,Enjiniar?Anda menyesal jadi Guru? Cuba lihat,ada tak loyar yg sanggup pakai topi arkitek? Ada tak mejistret yang sanggup sarung kot doktor? Tapi guru adalah SEMUA itu. Kita lah doktor bila budak sakit,loyat bila parents soal,mejistret bila budak bergaduh. Hatta security guard & AHLI NUJUM pun kita.hari ni pula jadi tukang kebun gotong royong Perdana. Oleh itu banggalah jadi cikgu. SELAMAT HARI GURU.

Saturday, May 15, 2010

MANUSIA, DOSA & TAUBAT

Manusia dengan kalimah Arabnya berasal “nasiya” membawa maksud lupa. Sememangnya manusia dengan sifat semulajadinya bersifat lemah dan berhajat kepada pergantungan dan bantuan. Allah memilih manusia sebagai khalifah berbanding makhluk yang lain kerana keistimewaan aqal yang yang dikurniakan. Pergantungan kepada aqal semata mata tidak menjanjikan seseorang manusia dapat melepasi karenah dunia yang terlalu besar cabarannya.

Syaitan terus menerus mamalit dosa pada diri anak adam agar mereka terpisah dengan kasih sayang Allah swt. Manusia yang tidak menyedari tujuan dan matlamat hidup akan menganggap dosa adalah sesuatu yang tidak mendatangkan kesan apa apa. Hari ini ramai manusia tidak lagi memperdulikan dosa. Dosa bagi mereka boleh ditebus sama seperti kesalahan kecil di mata manusia sedangkan dosa akan mengakibatkan sengsara berpanjangan kelak ketika dihadapkan di mahamah Tuhan.

Penyair Arab ada menyebutkan dalam madahnya yang bermaksud:
Ku lihat dosa dosa
Mematikan segala hati
Hinalah dirimu apabila bergelumang dengannya
Sedangkan meninggalkan dosa dosa
Menyegar hidupkan segala hati
Kebaikanlah buat dirimu jika menentangnya.

Kepada muslim yang sedar adalah menjadi satu keperluan untuk mengawal dirinya dari melakukan maksiat meliputi dosa dosa kecil kerana membiasakan dosa dosa kecil dan memandang reneh terhadapnya akan mendorong individu melakukan dosa besar pula. Apatah lagi manusia yang tidak teragak agak melakukan dosa besar bagi mereka dosa kecil bagaikan zikir yang menyamankan kehidupan mereka. Lihat sahaja disekitar kita berapa ramai mereka yang bangga dengan dosa besar, arak,judi,tenung nasib (bomoh dan dukun) berhala dan penyembahan selain Allah (syirik) termasuk menyembah manusia dan menyembah ekonomi dan dunia, beraksi palsu,membunuh,berlaku zalim,rompak dan ragut ,bayi dibuang dan dibunuh semua ini dosa besar yang seakan akan menjadi ratib dan mainan hidup.

Ingatlah pesanan Rasullullah saw yang bermaksud:

“ Jauhilah dosa dosa kecil kerana apabila ia berkumpul pada diri seseorang lambat laun akan membinasakan”

Manusia yang beriman yang sedar pada kelemahan diri mestilah sentiasa bergantung kepada Tuhannya dan sentiasa menjadikan sifat “ta’ibun” kemestian dan agenda rutin. Taubat adalah amalan yang boleh menjadikan dosa dosa dapat disekat dari terus berkerak dan berkarat.

Untuk mempastikan sifat “Ta’ibun” wujud di dalam diri setiap muslim hendaklah mempunyai saat saat di mana ia dapat berbicara dengan dirinya,menilai,mengkritik dan membersihkan daripada karat karat dosa. Setiap muslim perlu menyambut seruan Allah swt dalam firmanNya yang bernaksud:

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

As syams :7-10

Pendekatan ini juga adalah sebagai menyambut seruan yang telah disarankan oleh saidina Umar Al Khattab RA yang bermaksud:

“Hitunglah dirumu sebelum kamu dihitung,timbanglah amalanmu sebelum ianya ditimbang dan bersedialah kamu menghadap hari qiamat (hari perhitungan)”

Ulamat sependapat bahawa bertaubat dari dosa adalah WAJIB. Hajat mencapai tujuan taubat tidak akan terlaksana andai tidak diraikan syarat taubat. Sekiranya dosa itu terhadap Allah setiap muslim mesti meraikan 3 syarat taubat berikut :
a) Meninggalkan dosa dosa yang telah dilakukan (tidak lagi melakukan)
b) Menyesali perbuatan
c) Berazam tidak mahu kembali melakukan untuk selama lamanya

Seandainya dosa melibatkan manusia ketiga tiga syarat di atas adalah sama dan ditambah syarat ke empat iaitu
Hendaklah memohon kerelaan dari orang yang terlibat.

Jadilah manusia yang sedar diri dan tahu tujuan kehidupan.Jangan menyesal di hari kemudian. Ingatlah selalu firman Allah swt yang bermaksud

“ Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami Telah melihat dan mendengar, Maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin."

As sajdah :12.

Abuafaf 140510

Friday, May 14, 2010

JAHILIAH KEMBALI DIMINATI

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,
[136] segala minuman yang memabukkan.
Al baqarah :219

Setiap kali tiba bulan Rabiulawwal menjadi kebiasaan masyarakat kita menyambut hari kelahiran Rasullullah saw. Setiap kali membicarakan kelahiran Rasullah, kehidupan masyarakat Jahiliah di Semenanjung Tanah Arab akan pasti dibincangkan. Kelahiran Rasullullah dan setelah diangkat menjadi rasul menjadikan Jahiliah dibasmi dan dinyahkan dari terus bertapak. Budaya jahiliah yang sering kita bicarakan seperti budaya menanam anak perempuan, suka berperang walau dengan alasan yang cukup remeh,pergaduhan,penindasan,minum arak,zina ,rompakan,samun,curi dan berbagai acara rutin harian ketika itu menghiasa diari hidupan masyarakat jahiliah.

Kehadiran Rasulullah dengan wahyu dari Allah swt menyaksikan agenda ini semakin hari semakin ditinggalkan setelah Aqidah dan syariat semakin difahami oleh masyarakat. Bermula dari kelompok bergelar jahil apabila disepuh iman dan digilap makna penyembahan seorang hamba kepada tuhannya menjadikan mereka muslim tegar yang tidak mungkin kembali kepada jahiliah.

Mereka yang memilih berada dalam lembayung Islam lansung tidak lagi bercita cita melompat kembali menjadi jahiliah. Bahkan semakin gagah dan jitu menggenggam asas taqwa walau rintangan hebat menanti sekalipun kematian adalah bayarannya.

Kini setelah 1400 tahun lebih Rasul meninggalkan kita dengan asas yang cukup kukuh,dengan jahiliah yang dikuburkan menyaksikan ada tangan tangan nakal yang cuba mengoyang kekukuhan pasak takwa dan cuba menggali jahiliah yang telah dikuburkan.

Dunia hari ini menyaksikan manusia wewenangnya menyanggah ketentuan dan syariat dan tanpa segan silu mencabar kekuasaan dan menidakkan landasan yang mesti dilalui. Setakat hari ini tidaklagi kita perhatikan sebuah negara yang jelas menjalankan undang undang peruntukan Allah swt yang termaktub dalam anakmen Al Quran dan Sunnah.

Lebih celupar lagi apabila mereka semakin berani menghalalkan kembali agenda jahiliah yang diperangin oleh Islam. Hari ini kita dihadapkan isu judi yang dihalalkan. Pengertian dan istilah judi halal dan judi haran (judi berpermit dan tidak berpermit) terus menerus mengelirukan ummat dan menjauhkan mereka kepada kefahaman syariat.

Bukankah sesuatu yang pelik untuk mengelakkan sesuatu keburukan dari satu agenda keburukan dengan menghalalkan keburukan itu. Inilah hawa nafsu serakah syaitan yang mencabar tarbiah dan hidayah Allah.

Malang lagi apabila keinginan sang penguasa ini mendapat sambutan dan sokongan pula dan mereka yang memakai topi dan lebel ulama (kononnya) bagai lembu tua yang dicucuk hidungnya. Memberi nasihat ,tetapi nasihat yang berlapik lapik,beralas alas, dan yang terang asalnya jadi kabur dan sukar difahami. Barangkali inilah dunia akhir zaman apabila manusia mula mencari fatwa dari mereka yang memakai lencana ulama tetapi menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.

Semoga Allah memelihara kita dari saki baki rezki tidak berkat yang dikaut pemerintah tanpa memikir halal haramnya.semoga Allah hindarkan penyaluran rezki tidak berkat untuk di suap ke kerongkong rakyat. Semoga Allah jauhi bencana kejahilan,kezaliman dan kerakusan menyanggah hukumNya. Percepatkan langkah kami untuk mengangkat agamaMu ke singgahsananya.Semoga jahiliah tiada tempat di dunia ini.